Komunikasi terapeutik adalah proses interaktif antara pasien dan perawat yang membantu pasien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi. Komunikasi terapeutik berbeda dari komunikasi sosial, yaitu pada komunikasi terapeutik selalu terdapat tujuan dan arah yang spesifik untuk komunikasi, oleh karena itu komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang terencana(Liliweri, 2008).
Komunikasi terapeutik bertujuan untuk (Mundakir,2006):
1. memberikan terapi pengobatan dan pemberian informasi, akan tetapi juga untuk
2. membantu pasien memperjelas, mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
3. mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya
4. mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri dalam hal peningkatan derajat kesehatan
5. mempererat hubungan atau interaksi anatara klien dengan terapis (tenaga kesehatan) secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien
Tujuan terapeutik akan tercapai bila operator memiliki karakteristik sebagai berikut :
a. Kesadaran diri.
b. Klarifikasi nilai.
c. Eksplorasi perasaan.
d. Kemampuan untuk menjadi model peran.
e. Motivasi altruistik.
f. Rasa tanggung jawab dan etik.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1998), tujuan hubungan terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan terhadap diri.
b. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan dicintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan personal yang realistik.
Unsur komunikasi terapeutik selain komunikator, yaitu pesan merupakan salah satu unsur penting yang harus ada dalam proses komunikasi. Tanpa kehadiran pesan, proses komunikasi tidak terjadi. Komunikasi akan berhasil bila pesan yang disampaikan tepat, dapat dimengerti, dan dapat diterima komunikan.
Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima komponen fungsional berikut:
- Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
- Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim kepada penerima.
- Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya dipengaruhi oleh pesan.
- Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim pesan.
- Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
STRUKTUR DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Stuart dan Sundeen(1998), struktur dalam komunikasi terapeutik terdiri dari empat fase yaitu:
a. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
· Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya
· Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi teman kelompok
· Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat rencana interaksi
· Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di implementasikan saat bertemu dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat pada tahap ini antara lain :
· Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap penerimaan dan komunikasi terbuka. Untuk membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan menghargai klien
· Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik pertemuan;
· Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya, maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka;
· Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi (Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
· Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan tangan jabatan tangan
· Memperkenalkan diri perawat
· Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya pertemuan.
· Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar klien percaya kepada perawat.
· Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut, kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
· Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien. Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
c. Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan rencana asuhan yang telah ditetapkan.
d. Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua yaitu:
· Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan
· Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1. Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan, evaluasi ini disebut evaluasi objektif.
2. Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu;
3. Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam;
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama interaksi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar